Biografi dan Pemikiran Amina Wadud

A. Biografi Amina Wadud

Amina Wadud nama lengkapnya Amina Wadud Muhsin. Lahir pada tanggal 25 September 1952 M. Bethesda, Maryland, Amerika. Nama kedua orang tuanya tidak diketahui, namun salah satu litelatur menyebutkan bahwa ayahnya adalah seorang pendeta yang taat. Ia merupakan warga Amerika keturunan Afrika-Amerika (kulit hitam). Amina Wadud menjadi seorang muslim kira-kira pada akhir tahun 1970-an.

Hidayah dan ketertarikannya pada agama Islam khususnya mengenai konsep keadilan dalam Islam, mengantarkannya untuk mengucapkan dua kalimat syahadat pada hari yang ia namakan dengan thanksgiving day pada tahun 1972. Walaupun Amina Wadud belum lama memeluk islam, namun berkat ketekunan dan keuletannya dalam mempelajari studi keislaman, maka sekarang dia telah menjadi guru besar Studi Islam dalam Jurusan Filsafat dan Agama di Universitas Virginia Comminwealth.

Amina Wadud Mengenyam pendidikan dasar hingga menengah di Negara Malaysia dan meneruskan jenjang pendidikan strata satu di University of Michigan Amerika pada tahun 1986-1989, program masternya diambil di Universitas yang sama pada tahun 1991-1993, sementara pada program doctoral, ia tempuh di Harvard University.

Kesempatan Wadud dalam mentransformasikan ilmu, ia gunakan untuk mengajar di berbagai Universitas di belahan dunia. Diantaranya pernah menjadi dosen Islamologi di Universitas Antar Bangsa, Malaysia. Saat ini beliau menjadi guru besar di Departemen Filsafat dan Studi Agama di Commonwealth University Virginia Amerika, serta menjadi dosen tamu di Divinity School, Harvard University.

Ia tidak hanya dikenal sebagai seorang yang akademis, tetapi kiprahnya di dunia aktifis turut membantu dalam proses tranformasi pemikiran feminisnya. Sejak muda Amina Wadud di kenal aktif di Lembaga Swadaya Masyarkat yang peduli secara intensif terhadap advokasi bagi pembelaan hak-hak perempuan dalam pendidikan, pengajaran dan masalah lain yang terkait dengan perempuan. Amina Wadud pernah bergabung bersama Sistar in Islam (SIS), sebuah LSM di Malaysia yang berkonsentrasi dengan gagasan kesetaraan dan pembebasan perempuan Islam di Era modern. Mereka menjadikan al-Qur’an sebagai Primary Source untuk menyelamatkan perempuan dari konservatisme Islam. Pada saat itu Amina Wadud berhasil menerbitkan booklet tentang pandangan al-Qur’an terhadap kesetaraan laki-laki dan perempuan.

Menurut informasi Charles Kurzman, penelitian Amina Wadud mengenai perempuan dalam al-Qur’an yang tertuang dalam judul bukunya “Qur’an and Woman” muncul dalam suatu konteks historis yang erat kaitanya dengan pengalaman dan pergumulan orang-orang perempuan Afrika-Amerika dalam upaya memperjuangkan keadilan gender. Karena selama ini sistem relasi laki-laki dan perempuan di masyarakat memang seringkali mencerminkan adanya bias-bias patriarki, dan sebagai implikasinya maka perempuan kurang mendapat keadilan secara lebih proposional.

Karya Amina Wadud tersebut sesungguhnya merupakan kegelisahan intelektual yang dialami Amina Wadud mengenai ketidak-adilan gender dalam masyarakatnya. Salah satu sebabnya adalah pengaruh idiologi-doktrin penafsiran al-Qur’an yang dianggap bias patriarki. Dalam buku tersebut Amina Wadud mencoba untuk melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi terhadap model penafsiran klasik yang syarat dengan bias patriarki.

Amina Wadud menguasai berbagai bahasa diantaranya adalah bahasa Inggris, Arab, Turki, Spanyol dan Jerman. Maka tidak mengherankan bila ia sering mendapatkan penghormatan menjadi dosen tamu pada Universitas di berbagai Negara. Antara lain di Harvard Divinity School pada tahun 1997-1998, Intenational University Malaysia pada tahun 1990-1991, American University di Cairo pada tahun 1981-1982.

B. Pemikiran Amina Wadud

Latar belakang dari pemikiran Amina Wadud mengeluarkan metode tafsir berawal dari asumsinya bahwa menurutnya tidak adanya metode dan kategori tafsir yang benar-benar objektif dalam melakukan penafsiran terhadap al-Qur’an. Pada dasarnya pemikiran Amina Wadud dalam menafsirkan al-Qur’an banyak dipengaruhi oleh pemikiran “Neo-Modernisme” Fazlur Rahman, terutama dengan corak penafsiran al-Qur’an yang digunakan oleh Amina Wadud (metode penafsiran holistic) yang menekankan telaah aspek normative dari ajaran al-Qur’an.

Mengenai metode tafsir holistik baik Amina Wadud maupun Fazlur Rahman (salah satu pengguna metode penafsiran holistic) tidak memberikan definisi secara eksplisit, namun secara umum ini merupakan metode hermeneutika dalam menafsirkan al-Qur’an.

Dengan cara ini Amina Wadud menitik beratkan pemahaman pada susunan bahasa al-Qur’an yang bermakna ganda. Tujuan dari metode ini adalah untuk menggambarkan maksud teks disertai “prior teks” (persepsi, keadaan, latar belakang) orang yang menginterpretasikan al-Qur’an.

Amina Wadud menggunakan prinsip umum al-Qur’an dalam rangka mengkontekstualisasikan al-Qur’an dengan problem yang dihadapi (contoh problem gender) dengan cara memahami al-Qur’an dengan satu kesatuan. Urgensi memahami al-Qur’an dengan satu kesatuan, dikarenakan al-Qur’an bukanlah kumpulan tulisan memiliki hubungan antar bab dan sub bab yang jelas. Sebaliknya al-Qur’an diwahyukan dengan tuntunan situasi dan kondisi yang dihadapinya.

Ia berharap dengan metode holistic akan diperoleh interpretasi al-Qur’an yang mempunyai makna dan kandungan selaras dengan konteks kehidupan modern. Amina Wadud menandaskan bahwa kandungan dan prinsip umum yang menjadi dasar al-Qur’an tetap bersifat abadi, karena prinsip tersebut tidak terbatas pada situasi historis saat al-Quran diwahyukan.

C. Contoh Penafsiran

1. Asal Usul Manusia dan Kesetaraan Gender

Bahasan mengenai asal usul manusia dan kesetaraan gender, Amina Wadud merujuk pada firman Allah swt. dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 1.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا…الأية

Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya.”

Dan al-Qur’an surat ar-Ruum ayat 21.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”

Menurut Amina Wadud yang perlu dikritik ulang adalah kata nafs wahidah dan zauj. Menurutya kedua ayat tersebut menjelaskan tentang kisah asal usul manusia versi al-Qur’an, tanpa kejelasan tentang Adam dan Hawa. Namun ayat tersebut dipahami sebagai penciptaan Adam dan Hawa.

Dari akar katanya nafs adalah muannas, akan tetapi kenapa ditafsirkan sebagai lelaki (Adam). Menurut Amina Wadud nafs menunjukan bahwa seluruh manusia itu berasal dari asal yang sama.

Kata zauj sendiri sifatnya netral karena secara konseptual kebahasaan juga tidak menunjukkan bentuk muannas atau muzakkar. Kata zauj yang bentuk jamaknya azwaj ini sering digunakan untuk menyebut tanaman (QS. ar-Rahman, 52) dan hewan (QS. Hud, 40). Mengapa para mufassir tradisional menafsirkan zauj dengan makna istri, yakni Hawa? Amina Wadud tidak sependapat dengan penafsiran tersebut.

2. Konsep Nusyuz, Disharmoni Rumah Tangga

Para mufassir ketika membicarakan tentang nusyuz biasanya mengutip dari al-Qur’an surat an-Nisa, 34.

وَاللاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Artinya: “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

Pada ayat ini mufassir sering kali ditafsirkan dan dijadikan legitimasi para suami untuk melakukan kekerasan terhadap istri yang dianggap telah nusyuz. Kata nusyuz dalam kitab fiqh dan tafsir klasik pengertiannya ditujukan untuk istri yang tidak patuh kepada suami.

Menurut Amina Wadud, kata nusyuz bisa juga ditujukan untuk kaum laki-laki (QS. an-Nisa, 128) dan kaum perempuan (QS. an-Nisa, 34), walaupun dua kata ini sering diartikan berbeda.

Ketika merujuk pada kaum perempuan, kata nusyuz diartikan dengan ketidakpatuhan istri pasa suami. Sedangkan ketika merujuk pada kaum laki-laki, kata nusyuz diartikan dengan suami bersikap keras terhadap istri dan tidak mau memberikan haknya kepada istrinya. Menurut Amina Wadud, al-Qur’an menggunakan kata nusyuz untuk kaum laki-laki dan perempuan, maka ketika kata nusyuz disandarkan pada perempuan (istri), ia tidak diartikan dengan ketidakpatuhan pada suami. Akan tetapi lebih pada pengertian adanya gangguan keharmonisan dalam rumah tangga.

D. Kesimpulan

Amina Wadud adalah seorang seorang tokoh feminis perempuan Islam yang memberikan penafsiran yang lebih jelas. Harus diakui bahwa semangat Qur’ani yang ingin disampaikannya cukup mengemuka. Demikin juga metode penafsirannya yang ditawarkan relative baik untuk diterapkan dalam rangka mengembangkan wacana tafsir yang sensitif gender. Akan tetapi, hal ini bukanlah hal yang baru, karena sudah diawali oleh Fazlur Rahman.
Dalam pon yang dapat diambil dari pemikirannya Amina Wadud adalah adanya upaya untuk membongkar pemikiran lama dan mitos-mitos lama yang disebabkan oleh penafsiran yang bias patriarki.

DAFTAR PUSTAKA

Muhsin, Amina Wadud. 2008. Inside the Gender Jihad, Womens Reform in Islam. England. Oneworld Publication.
M. Yusron. dkk. 2006. Studi Kitab Tafsir Kontemporer, Yogyakarta: Teras.
………Pemikiran Islam Kontemporer. ed. A. Khudori Soleh. Cet. I, Yogyakarta: Jendela, 2003.
Syamsuddin, Syahiron. 2010. Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. Yogyakarta. eLSAQ.

Tinggalkan komentar